Rabu, 02 November 2016

Manusia Makhluk Sosial

Dan sekarang saya akan membahas tentang manusia makhluk sosial. Sebelum kita membahas lebih rinci tentang itu sebaiknya kita mengetahui apa definisi manusia dulu ya, manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Dan manusi itu tidak bisa mencapai sesuatru tanpa orang lain.Dan maka dikatrakan manusia makhluk sosial.
Sebagai seorang muslim Allah swt selain memerintahkan kita untuk bertaqwa (menjalankan perintah serta menjauhi larangan) kepada-Nya Allah swt memerintahkan kita untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Seperti firman Allah swt dalam Surat Ali Imran 110 :
” Kalian adalah umat terbaik yang dihantar di tengah – tengah manusia untuk mengajak kepada kebaikan serta mencegah kepada kemungkaran dan beriman kepada Allah ..”.
Perintah beramar ma’ruf nahiy mungkar (dakwah) ini tidaklah serta merta dilakukan secara individu. Amar ma’ruf nahiy mungkar ini dilakukan secara bersama – sama berkelompok dan tidak sendirian. Seperti ibarat seekor serigala tidak akan serta merta berani memakan segerombolan besar domba, sedangkan serigala akan langsung menerkam kambing yang sendirian.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” Ali Imran : 104.
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” Al ‘Ashr : 3.
Manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial,manusia tidak bisa berinteraksi sendirian melainkan dengan orang lain. maka dari itu manusia membutuhkan lawan dari interaksinya yaitu orang lain. Dan jika sudah ada lebih dari satu orang maka kita akan bisa memulai interksi itu. dan dari sinilah kita bisa simpulkan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial bukanlah makhluk individu karena manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain.

Adapun Kewajiban-Kewajiban manusia, sbb:
1. Menghilangkan gangguan-gangguan pada diri sendiri.

Berbicara tentang hal diatas pasti semua orang didunia ini tidak akan mau adanya gangguan maka dari itu kita mulai sekarang harus bisa menjaga sikap agar tidak diganggu orang lain. Jika kita diganggub oleh orang lain berarti kita itu akhlaknya belum baik, dan sebaiknya kita harus memperbaiki perilaku dahulu agar tidak dapat gangguan dari orang lain.

2. Berlaku baik terhadap orang lain.

pada hakekatnya berlaku baik terhadap orang lain itu wajib ya. karena Allah menyukai orang-orang yang baik perilakunya,taqwanya dan lain sebagainya meskipun orang lain itu tidak baik kepada kita. kita diamkan saja orang - orang yang seperti itu jangan lah kita sekali-kali membalasnya biarkan saja Allah yang membalas.

Dalam dalil hadits Nabi dijelaskan :

انّ من شرالنّاس من بتركه النّاس اتقاء فحشه. رواه بخارى ومسلم

Artinya : Sesungguhnya di atara seburuk-buruk manusia ialah orang yang ditinggalkan orang lain karena kejahatannya, (HR. Bukhari-Muslim)

Islam mengajarkan perihal pencapaian kesejahteraan dan perdamaian dalam hidup bermasyarakat baik antara perorangan maupun secara berkelompok. Oleh sebab itu orang Islam harus mampu menjadi pelopor dalam pembinaan perdamaian yang menuju ketentraman bagi masyarakat.

Dalam hadits Nabi diriwayatkan :

Artinya : hindarilah prasangka, karena prasangka itu adalah berita yang paling bohong. Jangan saling mencari keburukan-keburukan orang, jangan suka mengorek-korek rahasia orang lain, jangan saling menyaingi, dan jangan saling membenci, dan jangan saling marah dan jangan saling acuh tak acuh, Jadilah kamu semua sebagai hamba Allah yang bersaudara. (HR. Bukhari-Muslim)
Kemudian pada akhir dari hadits ini, dijelaskan :

انّ الله لاينظر الى صوركم واموالكم ولكن ينظر الى قلوبكم واعمالكم . رواه بخارى ومسلم

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan hartamu. Tetapi Allah melihat pada hati dan amalmu.


Daftar Pustaka
http://islamiwiki.blogspot.co.id/2014/09/pandangan-islam-kewajiban-manusia.html?m=1#.WBq7rbqwrqA
htthttp://islamiwiki.blogspot.co.id/2014/09/pandangan-islam-kewajiban-manusia.html?m=1#.WBq7rbqwrqAps://www.google.com/search?hl=en-US&source=android-browser&biw=360&bih=349&ei=WroaWPHZGMbovgS5hZSwDw&q=Manusia+makhluk+sosial+menurut+islam&oq=Manusia+makhluk+sosial+menurut+islam&gs_l=mobile-gws-serp.3..0i30k1j0i8i30k1l2.134350.137004.0.138199.15.15.0.0.0.0.875.4689.0j9j4-1j1j3.14.0....0...1c.1.64.mobile-gws-serp..9.6.820...0i7i30k1j0i8i7i30k1._vgy4-GQAVw

Bisnis Islami

Sekarang saya akan membahas tentang Bisnis Islam. Sebelum saya membahas lebih rinci tentang ini sebaiknya kita harus mengetahui dulu apa itu definisi bisnis islam definisinya adalah segala bentuk bisnis yang dibatasi oleh cara mendapatkan dan memberdayakan harta agar selalu halal dan menolak hal-hal yang bersifat haram. Di dalam Agama Islam sangatlah menganjurkan setiap umat untuk selalu bekerja. Tidak ada satu kata pun yang menyebut bahwa orang Islam yang beriman itu disarankan untuk menjadi pengangguran karena hal tersebut merupakan perilaku syaitan. Rasululllah Muhammad SAW bersabda di dalam dalam suatu haris yang artinya bahwa bekerja mencari rejeki yang halal merupakan kewajiban, setelah kewajiban ibadah. (HR. Ath Thabrani dan Baihaqi).

Hadis ini kemudian diperkuat dengan firman Allah dalam surah al-A’raff ayat 10:
ولقدمكنكمفىالارضوجعلنالكمفيهامعابشقليلاماتشكرون (١٠)
Artinya: “Sesungguhnya, Kami menempatkan kalian sekalian di muka bumi dan Kami memberikan kalian di bumi itu (sumber) penghidupan."

Bisnis utama kita adalah berbisnis dengan Allah. Kita rida kepada Allah. Allah pun rida kepada kita. Kita "menjual" jiwa raga dan harta kita dengan rida berjuang di jalan Allah. Allah pun "membeli"nya dan rida memberikan "surga"-Nya kepada kita.

Etika Bisnis Islami

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Islam itu sendiri merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.
Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam.
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana  dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini  islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.
3. Kehendak Bebas
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
4. Tanggung jawab
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis
Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. 



Daftar Pustaka
http://bisnislami.blogspot.co.id/?m=1
http://www.islamcendekia.com/2014/12/pengertian-bisnis-dalam-ajaran-syariah-islam-dan-umum.html?m=1
https://www.google.com/search?hl=en-US&ie=UTF-8&source=android-browser&q=bisnis+islami&gws_rd=ssl#gws_rd=ssl&xxri=18

Manusia Makhluk Otonom

Dan sekarang saya akan membahas tentangn manusia makhluk otonom, tetapi disini saya akan banyak membahas tentang nikmat-nikmat Allah untuk manusia
Pengertian nikmat Begitu luas dan Nikmat Allah yang dikaruniakan kepada manusia. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia berusaha untuk mensyukurinya. Kita baru sadar betapa mahalnya nikmat Allah tatkala nikmat itu dicabut oleh-Nya. Namun, ketika masih ada, kita sering melupakannya. Bahkan, terkadang kita lupa untuk mensyukuri dengan tidak mau beribadah kepada-Nya. Tidak jarang, harta kekayaan menjadi sesembahan baru yang memalingkan kita dari Allah swt Oleh karena itu kita harus bersyukur kepada Allah swt, yang telah memberikan rezeki kepada kita sebagai keperluan hidup kita. maka jikalau kita hitung nikmat Allah, maka kita tidak akan mampu menghitungnya. 
Nikmat Allah untuk Manusia yaitu nikmat hidup. Nikmat hidup itu untuk semua makhluk hidup (tanpa terkecuali) meskipun dia itu tidak menyembah Allah. 
  1. Bersyukur dengan hati
  1. Bersyukur dengan lisan
  1. Bersyukur dengan anggota tubuh
Ada banyak nikmat yang  Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada hamba-hambaNya. Sehingga  bila kita cermati, dalam 24 jam tersebut tak lepas dari nikmat pemberian Allah. Namun sudahkah kita coba merenungkan atas nikmat yang telah diberikan tersebut.
Bila kita coba renungi, maka ada banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, seperti nikmat sehat sehingga kita bisa menggerakkan anggota badan kita untuk beraktivitas, ada nikmat harta sehingga kita bisa mencukupi semua kebutuhan hidup kita sehari-hari, belum lagi nikmat terbesar yang Allah berikan yaitu nikmat Iman dan Islam, dan bila kita hitung-hitung, pasti kita tidak bisa akan menghitung atas nikmat yang Allah berikan tersebut, hal ini sebagaimana telah Allah Ta’ala jelaskan dalam firmanNya:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)
Dan apakah diri ini sudah tergolong hamba yang mensyukuri nikmat-nikmat tersebut?
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hambaNya untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kalian menyembah.” [QS Al Baqarah: 172]
Di dalam ayat yang lain, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepada kalian. Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kalian akan dikembalikan.” [QS Al ‘Ankabut: 17]
Dan sekarang saya akan membahas tentangCara Mensyukuri Nikmat Allah Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Dan caranya adalah dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dan Bersyukur saja tidak cukup hanya dengan ucapan Hamdallah saja, seorang hamba dapat dikatakan bersyukur apabila memenuhi tiga hal, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/268), yaitu:
Bentuk bersyukur dengan hati adalah dengan meyakini dan mengakui bahwa segala nikmat tersebut adalah semata-mata berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, adapun peran manusia hanyalah sebagai perantara sehingga semua yang terjadi adalah atas izin Allah Ta’ala.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
Hamba yang bersyukur, maka lisannya akan senantiasa digunakan untuk berdzikir, mengucapkan Alhamdulillah sebagai bentuk pujian atas nikmat Allah yang diberikan, membicarakan kepada orang lain tentang nikmat yang Allah berikan kepadanya adalah sebagai bentuk rasa syukur juga dan pengakuan kepada Allah, bukan dengan tujuan untuk membanggakan diri dan menimbulkan rasa iri kepada orang lain.
Allah ta’ala berfirman:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan.” [QS Adh Dhuha: 11]
Bersyukur dengan anggota tubuh artinya menggunakannya untuk melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah ta’ala dan tidak digunakan untuk kemaksiatan. Matanya ia gunakan untuk memandang hal-hal yang baik, pendengarannya ia gunakan untuk mendengar sesuatu yang bermanfaat, dan anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, melaksanakan perkara-perkara yang telah diwajibkan Allah dan menjaga sunnah-sunnah Rasulullah. Semua fasilitas yang telah Allah berikan ia gunakan untuk ketaatan, menggunakan semua nikmat tersebut untuk beramal shalih beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Dan sekarang saya akan membahas tentang NIKMAT AKAL. Dan dengan adanya akal, hanya manusialah makhluk Allah yang akan dapat menjadi khalifah atau penguasa di muka bumi ini. Dengan adanya akal pula , manusia memiliki nilai beda dengan binatang.  Tapi dengan akalnya pula, manusia yang tidak punya rasa syukur atas nikmat akal tersebut, justru dengan akalnya menjadi perusak di bumi ini demi nafsunya. 

Dan sekarang saya akan membahas tentang NIKMAT HIDAYAH, apalagi kita sebagai muslim harus banyak-banyak besyukur akan nikmat yang telah diberikan kepada kita oleh Allah SWT. Dan yang paling utama itu nikmat hidayah. Apalahi nikmat hidayah ini hanya untuk manusia tertentu saja. dan yang pastinya hanya untuk orang-orang yang benar-benar bertaqwa padanya.

Sehat adalah Nikmat Yang dilupakan karena pada saat sehat kebanyakan orang lupa apa yang harus disyukuri karena pada hakekatnya hanyalah dia yang memberi hidayah kepada kita. sebaliknya jika kita sakit kita pasti akan ingat sekali kepadanya. apalagi pada waktu senggang padahal kita mempunyai waktu itu selama 24 jam dan belum tentu juga dalam waktu senggang yang segitunya kita bisa menghasilkan sesuatu. dan dari hal tersebut mencerminkan bahwa kita tidak bisa menghargai apa yang telah diberikan oleh Allah. 

http://goesdayatfadil.blogspot.co.id/2012/04/nikmat-akal.html http://merayak.blogspot.co.id/2012/03/pengertian.html?m=1


Rabu, 12 Oktober 2016

Perbedaan Kebetulan dan Kebenaran

  Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa kebetulan atau filasat selalu salah. Malah bisa saja kebetulan dan  filsafat terbukti lebih “benar” dari pada kebenaran yang disusun dengan logika.kebenaran ini sudah ada atau memang sudah ditetapkan oleh allah swt dan kebenaran itu memang benar-benar nyata,karena kebenaran itu sendiri sudah allah yang menetapkan dan kebenran ini tidak dapat di tambah atau dirubah dari aslnya.tetapi beda dengan kebetulan yang datangnya dari pendapat-pendapat seseorang dari mulut ke mulut yang kapan pun itu bisa di tambah atau pun dirubah dari aslinya.kebetulan ini sangatlah beda dengan kebenaran,yang mana dari keduanya memiliki sumber yang berbeda.ada juga kebenaran yang salah seperti kebenaran teori darwin yang menyebutkan bahwa manusia itu keturunan atau evolusi dari kera.itu kebenaan yang salah karena kebenaran manusian itu keturunan dari nabi adam dan siti hawa.          ada beberapa contoh kebetulan dan kebenaran seperti di bawah ini:kebetulan:

·         Kebetulan yang bersifat Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
·         Kebetulan yang bersifat Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di Tembalang.
·         Kebetulan yang bersifat Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa Undip harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip, jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.
kebenaran :
·         Kebenaran Karena KebetulanKebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers.
·         Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar.
·         Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
·         Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros dan museum Getty diatas.
·         Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
·         Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada trial-error.
·         Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.
Kebenaran filsafat
               Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok (madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya ;)) mungkin terminologi yang digunakan cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan naturalisme sekaligus.
·         Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
·         Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
·         Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
·         Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran komunisme.
·         Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran.
·         Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.
Makna Kebenaran atau AL-HAQ secara etimologi Lafadz "Hak" memiliki beberapa arti yang berarti ketetapan dan kepastian. Kebenaran yang terkait oleh suatu norma yang telah di atur, hal yang bisa diukur atau distandarisasi. Sedangkan, kebetulan tidak bisa ukur atau distandarisasi karena suatu kebetulan merupakan suatu hal yang terjadi tanpa kita ketahui sebelumnya bahwa itu akan terjadinya. Bicara tentang kebenaran, kebenaran ada yang bersifat mutlak yang datangnya dari Allah SWT. Akan tetapi , untuk orang lain (non muslim) kebenaran dalam kondisi tertentu memang ada yang bersifat mutlak bukan dari tuhan. Artinya mereka menganggap kebenaran itu sebagai suatu hal yang memang ada seperti hukum alam. Hukum Allah yang ada di alam akan saya jelaskan di artikel berikutnya. Kebenaran yang ada diilmu pengetahuan sifatnya masih sementara sebelum ada atau ditemukan bukti baru. Artinya mereka-mereka yang belum yakin terhadap kebenaran yang datangnya dari Allah akan membuktikannya terlebih dahulu sebelum mereka benar-benar mempercayainya. https://lirikdunia.files.wordpress.com/2011/06/darwin.jpg     Sebagai contoh kebenaran yang terkait dengan kehidupan manusia tentang teori evolusi manusia yang menuai kontroversi yang berawal dari teori evolusi Darwin yang menjelaskan bahwa manusia awalnya menyerupai kera bahkan sama dengan kera. Namun, sebagai umat Islam tidak boleh percaya dengan teori tersebut karena jika kita pikir lebih lanjut bahwa di Al-Qur’an telah dijelaskan di Surat Al Hijr (Qs 15). Manusia diciptakan Allah Swt. dari lumpur hitam yang diberi bentuk dan diberi ruh. Bukannya berasal dari kera yang berevolusi.      “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Qs 15:28-29)  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMgA2_STFtKZ5pYmzZno1SbLt4D8KF88ZM3IdR2513zWGnQFRchs2PM23QhyphenhyphentdNbmdn3Gvl_VKiPensC1ickP2yl7Fz6sJSJyIrDxSboFPV5HI2AjGZ-unhniNYKCciwmvZCcvlAGxr2Qw/s1600/quran.jpg     Perkembangan berikutnya bisa dilihat di Surat An Nisaa’ (Qs 4). Dari diri nabi Adam lalu diciptakan isterinya, kemudian mereka berkembang biak sampai banyak. Dan sampai sekarang tidak berubah. Tidak ada evolusi genetika.      “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Qs 4:1)      Dan terakhir kebenaran ilmiah mengenai penciptaan manusia di surah At-Tin 95:04 Allah berfirman “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. 95:04)     Sudah jelas dalam Al-Qur’an bahwa Allah menciptakan manusia sudah dalam bentuk yang sebaik-baiknya jadi manusia itu tidak sama dengan kera dan hewan yang lainnya. 

Daftar Pustaka :
http://alfaqih-dwi-fajriansyah.blogspot.co.id/2016/10/perbedaan-kebenaran-dan-kebetulan.html
http://insaan-ainul-yaqien.blogspot.co.id/2016/09/perbedaan-kebenaran-dan-kebetulan.html?m=1

Manusia Makhluk Ibadat

  1. Dan sekarang saya akan membahas tentang manusia makhluk ibadat. Tugas manusia di dunia adalah ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: “Wa maa kholaqtul jinna wal insa illa liya’buduun[i]” - Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [QS 51 : 56]. Meskipun merupakan tugas, akan tetapi pelaksanaan ibadah ada saja yang masih melalaikan tugas manusia didunia ini.
  2. Dan sebelum saya membahas tentang manusia makhluk ibadat, sebaiknya kita harus tau apa itu ibadat ya, Ibadat berasal dari kata 'abada yang arti bebasnya menyembah atau mengabdi merupakan bentuk penghambaan manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Kholiq [Pencipta]. Karena penyembahan atau pemujaan merupakan fitrah [naluri] manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan yang salah dan tidak dikehendaki oleh Allah. Sehingga yang mengabdi [manusia] disebut Abid, sedangkan yang disembah disebut Ma’bud. Dan ibadat itu dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
  3. [1] Ibadah Maghdhah [khusus]; Yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya lebih bersifat RITUAL [misalnya : shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah, dll].
  4. [2] Ibadah 'Amah [Muamalah]; Yaitu ibadah dalam arti umum, sehingga segala bentuk perbuatan maupun setiap aktifitas kebaikan manusia yang dilandasi oleh niatan Akhlaso [kemurnian] semata-mata untuk mendapatkan ridho [restu] dari Allah merupakan perwujudan dari penghambaan dan pengabdian ataupun penyembahan kepada Allah. Misalnya : Mencari nafkah dalam bentuk aktifitas BISNIS, Hidup bermasyarakat [bertetangga], Pergaulan dengan Kerabat, Hidup bernegara, tolong-menolong.
  5. Dan Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus meyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah sebagai berikut;
  6. Dan orang yang beriman harus memiliki ilmu agar imannya benar dan ilmu itu harus diamalkan bukan disembunyikan untuk diri sendiri saja karena kalau ilmu itu tidak amalkan maka ilmu yang seseorang miliki akan sia-sia saja. Ada kata kunci yaitu three in one yang di dalamnya itu terdapat iman,ilmu dan akal. 
Sekarang saya akan membahasnya satu per satu.
1. Menyembah Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya. Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba” dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat pengabdiaan dan kepatuhan.Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini menunjukan bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat 56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5).Maka beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum. Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya. Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari ridla Allah (mardlotillah).
  1. Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental (manusia dengan Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa, memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
    Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”. Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusia sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (syirik).
  2. Dan setelah itu saya akan membahas tentang tata cara melakukan shalat jamak takdim qasar
  3. Tata Cara Sholat Jam' dan Qosor

  4. I. PENGERTIAN SHOLAT JAMA'
    Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu yang dilaksanakan dalam satu waktu. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib atau pada waktu Isya’.

    Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain. Shalat Jama' ini boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini :
     a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat
     b. Apabila turun hujan lebat
     c. Karena sakit dan takut
     d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba’ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali).

    Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.

    Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317).

    Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun jama’ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan jama’ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama’ shalat juga disebabkan hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 293).

    Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan orang sakit. (Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).

    Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).

    Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain; tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau menjawab : ”Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak ingin memberatkan umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat Sahihul Jami’ 1070).

    Shalat Jama' Dapat Dilaksanakan dengan 2 (dua) Cara :
    1. Jama' Taqdim (Jama' yang didahulukan) yaitu menjama' 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib.

    Syarat Sah Jama' Taqdim :
    a. Berniat menjama' shalat kedua pada shalat pertama
    b. Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua
    c. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting
    d. Niat jama' yang dibarengkan dengan Takbiratul Ihram shalat yang pertama, misalnya Dhuhur.

    2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan pada waktu shalat Isya’.

    Syarat Sah Jama' Ta’khir :
    a. Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta’khirkan shalat Dzuhurku diwaktu Ashar.”
    b. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting.

    Catatan :
    Dalam Jama' ta’khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat kedua. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur atau sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan bahwasanya Nabi SAW dipeperangan Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau kumpulkan antara Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta’khirkan shalat Ashar. Dalam shalat Maghrib begitu juga, jika terbenam matahari sebelum berangkat, Nabi SAW mengumpulkan Maghrib dengan Isya’ jika beliau berangkat sebelum terbenam matahari beliau ta’khirkan Maghrib sehingga beliau singgah (berhenti) untuk Isya’ kemudian beliau menjama'kan antara keduanya.

    HUKUM MENJAMA’ SHOLAT JUM’AT DENGAN ASHAR
    Tidak diperbolehkan menjama’ antara shalat Jum’at dengan shalat Ashar dengan alasan apapun baik musafir, orang sakit, turun hujan atau ada keperluan lain. Walaupun dia adalah orang yang diperbolehkan menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar.

    Hal ini disebabkan tidak adanya dalil tentang menjama’ antara Jum’at dan Ashar, dan yang ada adalah menjama’ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya’. Jum’at tidak bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Ibadah harus dengan dasar dan dalil, apabila ada yang mengatakan boleh maka silahkan dia menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan mendapatkannya karena tidak ada satu dalilpun dalam hal ini.

    Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidak berdasar) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami (tidak ada ajarannya) maka amalannya tertolak.” (HR.Muslim).

    Jadi kembali pada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama’ dengan shalat lain.(Lihat Majmu’ Fatawa Syaihk Utsaimin 15/369-378).

    HUKUM MUSAFIR SHALAT DIBELAKANG MUKIM
    Shalat berjama’ah adalah wajib bagi orang mukim ataupun musafir, apabila seorang musafir shalat dibelakang imam yang mukim maka dia mengikuti shalat imam tersebut yaitu 4 raka’at, namun apabila ia shalat bersama-sama musafir maka shalatnya di qashar (dua raka’at). Hal ini didasarkan atas riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma. Berkata Musa bin Salamah : Suatu ketika kami di Makkah (musafir) bersama Ibnu Abbas, lalu aku bertanya :”Kami melakukan shalat 4 raka’at apabila bersama kamu (penduduk Makkah), dan apabila kami kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir) maka kami shalat dua raka’at?” Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma menjawab: “Itu adalah sunnahnya Abul Qasim (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam).” (Riwayat Imam Ahmad dengan sanad shahih. Lihat Irwa’ul Ghalil no 571 dan Tamamul Minnah, Syaikh AL ALbani 317).

    HUKUM MUSAFIR MENJADI IMAM MUKIM
    Apabila musafir dijadikan sebagai imam orang-orang mukim dan dia meng-qashar shalatnya maka hendaklah orang-orang yang mukim meneruskan shalat mereka sampai selesai (4 raka’at), namun agar tidak terjadi kebingungan hendaklah imam yang musafir memberi tahu makmumnya bahwa dia shalat qashar dan hendaklah mereka (makmum yang mukim) meneruskan shalat mereka sendiri-sendiri dan tidak mengikuti salam setelah dia (imam) salam dari dua raka’at. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika berada di Makkah (musafir) dan menjadi imam penduduk Makkah, beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata : “Sempurnakanlah shalatmu (4 raka’at) wahai penduduk Makkah! Karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud). Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam shalat dua-dua (qashar) dan mereka meneruskan sampai empat raka’at setelah beliau salam. (lihat Al Majmu Syarah Muhadzdzab 4/178 dan Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/269).

    Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia shalat 4 raka’at (tidak meng-qashar) maka tidaklah mengapa karena hukum qashar adalah sunnah mu’akkadah dan bukan wajib. (lihat Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdir Rahman Al Bassam 2/294-295).

    HUKUM SHALAT JUM’AT BAGI MUSAFIR
    Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada shalat jum’at bagi musafir, namun apabila musafir tersebut tinggal disuatu daerah yang diadakan shalat Jum’at maka wajib atasnya untuk mengikuti shalat Jum’at bersama mereka. Ini adalah pendapat imam Malik, imam Syafi’i, Ats Tsauriy, Ishaq, Abu Tsaur, dll. (lihat AL Mughni, Ibnu Qudamah 3/216, Al Majmu’ Syar Muhadzdzab, Imam Nawawi 4/247-248, lihat pula Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/370).

    Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila safar (bepergian) tidak shalat jum’at dalam safarnya, juga ketika haji wada’, beliau SAW tidak melaksanakan shalat Jum’at dan menggantinya dengan shalat Dhuhur yang dijama’ dengan Ashar. (lihat Hajjatun Nabi SAW Kama Rawaaha Anhu Jabir, karya Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani hal 73). Demikian pula para Khulafaur Rasyidin (4 khalifah) Radhiallahu Anhum dan para sahabat lainnya serta orang-orang yang setelah mereka, apabila safar tidak shalat Jum’at dan menggantinya dengan Dhuhur. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

    Dari Al Hasan Al Basri, dari Abdur Rahman bin Samurah berkata : “Aku tinggal bersama dia (Al Hasan Al Basri) di Kabul selama dua tahun meng-qashar shalat dan tidak shalat Jum’at.”

    Sahabat Anas Radhiallahu Anhu tinggal di Naisabur selama satu atau dua tahun, beliau tidak melaksanakan shalat Jum’at.

    Ibnul Mundzir Rahimahullahu menyebutkan bahwa ini adalah Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang berdasar hadist shahih dalam hal ini sehingga tidak diperbolehkan menyelisihinya. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

    II. PENGERTIAN SHOLAT QASHAR
    Shalat yang diringkas, yaitu shalat fardhu yang 4 (empat) rakat (Dzuhur, Ashar dan Isya’) dijadikan 2 (dua) rakaat, masing-masing dilaksanakan tetap pada waktunya. Sebagaimana menjamak shalat, meng-qashar shalat hukumnya sunnah. Dan ini merupakan rushah (keringanan) dari Allah SWT bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan tertentu.

    Syarat Meng-qashar :
    1. Bepergian yang bukan untuk tujuan maksiat
    2. Jauh perjalanan minimal 88,5 km
    3. Shalat yang di-qashar adalah ada' (bukan qadla') yang empat rakaat.
    4. Tidak boleh bermakmum pada orang yang shalat sempurna (tidak di-qashar).

    Perhatikan Hadist Nabi SAW :
    ”Rasulullah SAW tidak bepergian, melainkan mengerjakan shalat dua raka’at saja sehingga beliau kembali dari perjalanannya dan bahwasanya beliau telah bermukim di Mekkah di masa Fathul Mekkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat dengan para Jama’ah dua raka’at kecuali shalat Maghrib. Kemudian bersabda Rasulullah SAW : ”Wahai penduduk Mekkah, bershalatlah kamu sekalian dua raka’at lagi, kami adalah orang-orang yang dalam perjalanan.” (HR. Abu Daud).

    Sedangkan Cara Melaksanakan Shalat Qashar :
    1. Niat shalat qashar ketika takbiratul ihram.
    2. Mengerjakan shalat yang empat rakaat dilaksanakan dua rakaat kemudian salam.

    Firman Allah SWT :
    ”Bila kamu mengadakan perjalanan dimuka bumi, tidaklah kamu berdosa jika kamu memendekkan shalat...” (QS. An-Nisa: 101).

    Nabi SAW bersabda :
    ”Dari Ibnu Abbas R.A. ia berkata : ”Shalat itu difardhu-kan atau diwajibkan atas lidah Nabimu didalam hadlar (mukim) empat rakaat, didalam safar (perjalanan) dua rakaat dan didalam khauf (keadaan takut/perang) satu rakaat.” (HR. Muslim).

    JARAK DIPERBOLEHKAN MENG-QASHAR SHOLAT
    Qashar hanya boleh dilakukan oleh Musafir baik safar dekat atau safar jauh, karena tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa disebut safar menurut pengertian umumnya. sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari 80 km agar tidak terjadi kebingungan dan tidak rancu, namun pendapat ini tidak berdasarkan dalil shahih yang jelas. (lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm 21/5, Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim 1/481, Fiqhua Sunnah, Sayyid Sabiq 1/307-308, As Shalah, Prof. Dr. Abdullah Ath Thayyar 160-161, Al Wajiz, Abdul Adhim Al Khalafi 138).

    Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan diperbolehkannya meng-qashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang menentukan jarak dan batasan tersebut-yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini juga merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak ber-ijtihad. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/265).
    Seorang musafir diperbolehkan meng-qashar shalatnya apabila telah meninggalkan kampung halamannya sampai dia pulang kembali ke rumahnya. (Al Wajiz, Abdul ‘Adhim Al Khalafi 138).

    Berkata Ibnu Mundzir : “Aku tidak mengetahui (satu dalil-pun) bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam meng-qashar dalam safarnya melainkan setelah keluar (meninggalkan) kota Madinah.”

    Berkata Anas Radhiallahu ‘Anhu : “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah 4 raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).

    III. SYARAT DAN KETENTUAN SHOLAT JAMAK QOSHOR
    Salah satu rukhsah/keringanan yang Allah berikan kepada umat muslim adalah adanya kebolehan mengqashar (meringkas) shalat yang terdiri dari empat rakaat menjadi dua rakaat serta menjamak shalat dalam dua waktu dikerjkan dalam satu waktu.

    Beberapa Ketentuan Sholat Qashar :
    1. Kebolehan qashar shalat hanya berlaku bagi musafir/orang dalam perjalanan yang jarak perjalanan yang ditempuh dipastikan mencapai 2 marhalah; 16 parsakh atau 48 mil.

    Dalam menentukan berapa kadar 2 marhalah terjadi perbedaan pendapat yang tajam dikalangan para ulama. Sebagian kalangan berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 138,24 km (ini berdasarkan analisa atas pendapat bahwa 1 mil 6.000 zira` san satu zira` 48 cm)
    Pendapat lain berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 86,4 km, pendapat ini berdasarkan kepada pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa kadar 1 mil adalah 3.500 zira`. 1 Zira` 48 cm. Selain itu ada juga beberapa pandangan yang lain.
    Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat adalah
    • Safar/perjalanan yang hukumnya mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk berbuat maksiat (ma`shiah bis safr) misalnya perjalanan dengan tujuan merampok, berjudi dll) tidak dibolehkan untuk mengqashar shalat. Baru dikatakan safar maksiat (ma`shiah bis safr) bila tujuan dari perjalanannya memang untuk berbuat maksiat, sedangkan bila tujuan dasar perjalanannya adalah hal yang mubah namun dalam perjalanan ia melakukan maksiat (ma`shiat fis safr)  maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat sehingga tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama dalam perjalanan tersebut.
    • Perjalanannya tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang yang berjalan tanpa arah tujuan yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.
    • Perjalanan tersebut memiliki maksud yang saheh dalam agama seperti berniaga dll.

    2. Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari kampungnya sendiri maka tidak dibolehkan baginya untuk jamak.

    3. Mengetahui boleh qashar
        Seseorang yang melaksanakan qashar shalat sedangkan ia tidak mengetahui hal tersebut boleh maka shalatnya tidak sah.
        Ketiga ketentuan diatas juga berlaku pada jamak shalat dalam safar/perjalanan.

        4. Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya. Adapun shalat sunat atau shalat yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh diqashar. Sedangkan shalat luput boleh diqashar bila shalat tersebut tertinggal dalam safar/perjalanan yang membolehkan qashar, sedangkan shalat yang luput sebelum safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak boleh diqashar. Demikian juga sebaliknya shalat yang luput dalam masa safar bila diqadha dalam masa telah habis safar maka tidak boleh diqashar.[1]

        5. Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram. Contoh lafadh niatnya adalah:
            اصلى فرض الظهر مقصورة
            “saya shalat fardhu dhuhur yang diqasharkan”

            Bila ia berniat qashar setelah takbiratul iharam maka tidak dibolehkan untuk qashar shalat.

            6. Tidak mengikuti orang yang mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) walaupun hanya sebentar. Bila ia sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat secara sempurna maka shalatnya mesti dilakukan secara sempurna pula (4 rakaat).
              7. Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat, misalnya timbul niat dalam hatinya untuk mengerjkan shalat secara sempurna( 4 rakaat) atau timbul keragu-raguan dalam hatinya setelah ia berniat qashar apakah sebaiknya ia mengerjakan shalat secara sempurna atau ia qashar saja. Bila timbul hal demikian maka shalatnya wajib disempurnakan (4 rakaat). Demikian juga wajib mengerjakan shalat secara sempurna bila timbul karagu-raguan dalam hatinya tentang  niatnya apakah qashar ataupun shalat sempurna, walaupun dalam waktu cepat ia segera teringat bahwa niatnya adalah qashar.

              8. Selama dalam shalat ia harus masih berstatus sebagai musafir.
                  Apabila dalam shalatnya hilang statusnya sebagai musafir misalnya karena kendaraan yang ia tumpangi telah sampai ke daerah tujuannya, atau ia berniat bermukim didaerah tersebut maka shalatnya tersebut wajib disempurnakan.

                  Shalat Jamak
                  Ada dua macam shalat jamak, jamak taqdim dan jamak ta`khir.  Jamak  taqdim adalah mengerjakan kedua shalat dalam waktu pertama, misalnya shalat ashar dikerjakan dalam waktu dhuhur, atau shalat isya dikerjakan dalam waktu maghrib. Sedangkan Jamak ta`khir adalah sebaliknya yaitu mengerjakan kedua shalat yang dijamak dalam waktu kedua, misalnya shalat dhuhur dikerjakan bersamaan dengan Ashar dalam waktu Ashar dan shalat maghrib dikerjakan bersamaan dengan Isya dalam waktu Isya.
                  Dari beberapa syarat dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku bagi jamak taqdim dan takhir dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim saja atau bagi jamak takhir saja.
                  Ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada jamak taqdim adalah:
                  1. Jamak bagi musafir dibolehkan apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah dengan ketentuan sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan no. 1, no. 2 dan no. 3 pada qashar juga berlaku pada jamak)
                  2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan Isya, kedua shalat tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.
                  Adapun Beberapa Ketentuan Khusus Bagi Jamak Taqdim :
                  1. Niat jamak pada shalat pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan shalat dhuhur bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa shalat ashar dijamak dengan shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam takbiratul ihram, tetapi boleh kapan saja selama masih dalam shalat bahkan boleh bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.
                  2. Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan shalat yang awal, misalnya dalam jamak dhuhur dengan Ashar harus terlebih dahulu dikerjakan dhuhur.
                  3. Masih berstatus sebagai musafir hingga memulai shalat yang kedua
                  4. Meyakini sah shalat yang pertama.
                  5. Beriringan, antara kedua shalat tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar yang menjadi pemisah antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat shalat yang ringan. Bila setelah shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari kadar dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan lagi untuk menjamak shalat tersebut tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.
                  Bila ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat qabliah dhuhur (misalnya menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat fardhu Maghrib dan Isya kemudian shalat sunat ba`diyah Maghrib kemudian Qabliah Isya dan Ba`diyah Isya.

                  Ketentuan Khusus pada Jamak Ta'khir :
                  1. Niat jamak takhir dalam waktu shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita amsih berada dalam waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat waktu tersebut akan kita jamak ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama yang dibolehkan untuk diqasadkan jamak adalah selama masih ada waktu kadar satu rakaat shalat.
                  2. Masih berstatus sebagai musafir hingga akhir shalat yang kedua.
                  Pada jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur dulu atau ashar dulu pada masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta tidak wajib beriringan/wila`, sehingga setelah mengerjakan shalat pertama boleh saja diselangi beberapa waktu kemudian baru shalat yang kedua.

                  Referensi :
                  Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 98-104 Cet. Tohaputra
                  Tanwir Qulub hal 172-175 cet. Hidayah
                  Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin, jilid 2 hal 99 Cet. Toha putra

                  SAMPAI KAPAN MUSAFIR BOLEH MENJAMAK QASHAR SHALAT
                  Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang dikatakan sebagai musafir dan diperbolehkan meng-qashar (meringkas) shalat. Jumhur (sebagian besar) ulama yang termasuk didalamnya imam empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali Rahimahumullah berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu.

                  Al-Malikiyah & Al-Syafiiyah (3 Hari)

                  Dalil yang digunakan ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahih-nya bahwa Nabi saw menjadikan bagi para Muhajirin 3 hari untuk rukhshoh setelah mereka menunaikan hajinya.
                  لِلْمُهَاجِرِ إِقَامَةُ ثَلَاثٍ بَعْدَ الصَّدَرِ بِمَكَّةَ
                  "Untuk para muhajirin itu bermukim 3 hari di Mekkah setelah Shodr (menunaikan manasik)" (HR Muslim)  

                  Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm (1/215) menjelaskan maksud hadits ini, beliau katakan:
                  "mukimnya Muhajir di Mekkah itu 3 hari batasnya (sebagai musafir), maka jika melebihi itu, ia telah bermukim di Mekkah (jadi mukim yang tidak bisa dapat rukhshoh)"

                  Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam fathul-Baari (7/267) mengatakan bahwa istinbath hukum dari hadits Nabi tersebut adalah bahwa seorang musafir jika berniat singgah/tinggal di kota tujuan kurang dari 3 hari, ia masih berstatus sebagai musafir yang boleh jama' dan qashar sholat. Akan tetapi jika melebihi itu, tidak lagi disebut sebagai musafir.

                  IV. NIAT DAN TATA CARA SHOLAT JAMA’ QHASAR
                  Adakalanya kita mengadakan perjalanan jauh atau berpergian yang membutuhkan waktu perjalanan yang panjang, misalnya naik pesawat terbang, kapal laut, karyawisata, mengunjungi kakek dan nenek di kampung halaman atau keperluan lainnya. Hal itu menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah sholat. Padahal sholat merupakan kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun juga. Kasih sayang Allah SWT kepada umat Islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan sholat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-syarat tertentu. Apa sajakah itu? Mari kita pelajari materi berikut ini.

                  Orang yang sedang bepergian itu dibolehkan memendekkan shalat atau meringkas shalat yang jumlah shalatnya empat raka’at menjadi dua raka’at (shalat qashar). Dibolehkan pula mengumpulkan shalat dalam satu waktu, shalat Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya’ (shalat jama’). Sedangkan shalat Subuh tidak bisa diqoshor maupun dijama’ tapi untuk shalat Maghrib bisa dijama’ dan tidak bisa diqoshor.

                  Men-jama' shalat ada 2. Bila dilakukan waktu shalat yang awal (misalnya Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu Dhuhur), maka dinamakan jama' takdim dan bila dilakukan pada waktu yang kedua (seperti Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu ashar) maka disebut jama' ta'khir.

                  A. SHALAT DHUHUR JAMAK TAQDIM DENGAN SHALAT ASHAR
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Dhuhur. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar.

                  Niat Shalat Dhuhur Jamak Taqdim dengan Shalat Ashar

                  USHALLII FARDLADH DHUHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TAQDIIMIIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Dhuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Ashar dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Ashar Jamak Taqdim dengan Shalat Dhuhur

                  USHALLII FARDLAL ASHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Asyar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dzuhur dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                  B. SHALAT DHUHUR JAMAK TAKHIR DENGAN SHALAT ASHAR
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Ashar. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar.

                  Niat Shalat Dhuhur Jamak Ta’khir dengan Shalat Ashar

                  USHALLII FARDLADH ‘DHUHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ASHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Dzuhur empat rakaat dijama’ dengan Shalat Asyar dengan jamak ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Ashar Jamak Ta’khir dengan Shalat Dhuhur

                  USHALLII FARDLAL ‘ASHRI ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Ashar empat rakaat dijama’ dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                  C. SHALAT DZUHUR QASHAR DAN SHALAT ASHAR QASHAR
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu masing-masing. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

                  Niat Shalat Dhuhur Qoshor
                  اصلى فرض الظهرركعتين قصرا لله تعالى

                  USHALLII FARDLADH DHUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
                  “Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Ashar dengan Qoshor
                  اصلى فرض العصرركعتين قصرا لله تعالى

                  USHALLII FARDLAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
                  “Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”.

                  D. SHALAT DHUHUR JAMAK TAQDIM BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ASHAR
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Dhuhur. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

                  Niat Shalat Dhuhur Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Ashar

                  USHOLLI FARDLODZ-DZUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Ashar Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur

                  USHALLII FARDHAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

                  E. SHALAT DHUHUR JAMAK TA'KHIR BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ASHAR
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Ashar. Setelah Shalat Dhuhur kemudian dilanjutkan dengan Shalat Ashar. Jumlah Rakaat Shalat Dhuhur dan Shalat Ashar menjadi dua rakaat.

                  Niat Shalat Dhuhur Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Ashar

                  USHALLII FARDLADH DHUHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ‘ASHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Dhuhur dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat ‘Ashar dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Ashar Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Dhuhur

                  USHALLII FARDLAL ‘ASHRI RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIDH DHUHRI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat ‘Ashar dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Dhuhur dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

                  F. SHALAT MAGHRIB JAMAK TAKDIM DENGAN SHALAT ISYA’
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Maghrib. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’.

                  Niat Shalat Maghrib Jama’ Taqdim dengan Shalat Isya’

                  USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ISYAA’I JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Isya’ Jama’ Taqdim dengan Shalat Maghrib

                  USHALLII FARDLAL ISYAI ARBA'A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Isya' empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                  G. SHALAT MAGHRIB JAMAK TA’KHIR DENGAN SHALAT ISYA’
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’.

                  Niat Shalat Maghrib Jama’ Ta’khir dengan Shalat Isya’

                  USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL ISYAA’I JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat dijama’ dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Isya’ Jama’ Ta’khir dengan Shalat Maghrib

                  USHALLII FARDLAL ISYAA’I ARBA’A RAKA’ATIN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Isya’ empat rakaat dijama’ dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir makmum/iman karena Allah Ta’alla”.

                  H. SHALAT ISYA’ QASHAR
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

                  Niat Shalat Isya’ dengan Qoshor
                  اصلى فرض العشاء ركعتين قصرا لله تعالى

                  USHALLII FARDLAL ISYA’I RAK’ATAINI QASRHRAN LILLAAHI TA’AALAA
                  “Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat dengan Qashar karena Allah Ta’alla”.

                  I. SHALAT MAGHRIB JAMAK TAQDIM BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ISYA’
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Maghrib. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

                  Niat Shalat Maghrib Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Isya’

                  USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ISYA’I JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Isya’ Jama’ Taqdim beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib

                  USHALLII FARDLAL ISYA’I RAK'ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TAQDIIMIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Isya’ dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' taqdim makmum/imam karena Allah Ta’alla”.

                  J. SHALAT MAGHRIB JAMAK TA’KHIR BESERTA QASHAR DENGAN SHALAT ISYA’
                  Keterangan : Shalat dilaksanakan di waktu Shalat Isya’. Setelah Shalat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan Shalat Isya’. Jumlah Rakaat Shalat Isya’ menjadi dua rakaat.

                  Niat Shalat Maghrib Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Isya’

                  USHALLII FARDLAL MAGHRIBI TSALAASA RAKA’ATIN QASRHRAN MAJMUU’AN BIL ISYA’I JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Maghrib tiga rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Isya’ dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                  Niat Shalat Isya’ Jama’ Ta’khir beserta Qoshor dengan Shalat Maghrib

                  USHALLII FARDLADH ISYA’I RAK’ATAINI QASRHRAN MAJMUU’AN BIL MAGHRIBI JAM'A TA'KHIRIN MA’MUMAN/IMAAMAN LILLAAHI TA’AALAA

                  “Aku niat Shalat Isya’  dua rakaat Qashar dan Jamak dengan Shalat Maghrib dengan jama' ta'khir makmum/imam karena Allah Ta’alla”

                Daftar Pustaka:

                http://fawaiq.blogspot.com/2014/01/hukum-dan-tata-cara-sholat-jamak-qoshor.html?m=1
                http://waktunyarizki.blogspot.co.id/2015/10/manusia-sebagai-makhluk-ibadat.html?m=1